I Am Okay Indonesia

5 Stages of Grief: Alasan Kamu Susah Move On dari Peristiwa Traumatis

Hai, fellas!

Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga selalu dalam keadaan sehat dan berbahagia ya. 

Fellas, pernah enggak sih terpikir kenapa  kita susah sekali untuk move on apalagi setelah menghadapi peristiwa traumatis? Bahkan, meskipun kita sudah menghabisi banyak hari dengan menangis dan terluka, tetap saja sulit untuk kembali baik-baik saja. Padahal, sekeliling kita pun sudah selalu ada tapi tetap saja berat untuk melupakan peristiwa yang menyayat perasaan kita itu. 

Move on memang memerlukan waktu yang cukup lama, ya? Betul. Jadi, move on itu memakan waktu yang banyak karena kita harus melewati beberapa tahapan yang tentu tidak bisa ditebak hasilnya apakah akan langsung berhasil melewati setiap tahapan, atau kembali ke tahap sebelumnya, atau pun bisa gagal dan harus memulainya dari awal. 

Hmm, kalau begitu apa saja memangnya tahapan yang dimaksud? Yuk kita kenalan dengan 5 stages of grief alias 5 tahapan duka. 

Apa Itu Duka?

Perasaan duka merupakan respon alami yang dimiliki oleh manusia ketika menghadapi peristiwa yang menyakitkan dan berpotensi membuat dirinya trauma. Duka itu tidak hanya ketika kepergian seseorang untuk selama-lamanya, tetapi ketika kita gagal mencapai yang kita inginkan pun dinamakan duka. Dengan kata lain, kehilangan orang, barang, bahkan kesempatan pun ialah duka. Dan duka, bukanlah perkara sederhana dan mudah untuk dilewati. 

Mengenal 5 Stages of Grief

Duka memang berat untuk dilalui dan tidak cepat bisa dilupakan. Menurut seorang psikiater dan peneliti Swiss-Amerika, Elisabeth Kübler-Ross, ada lima tahapan yang akan dilewati oleh mereka yang merasakan duka. Apa saja tahapan tersebut? Berikut penjabarannya.

  1. Denial (Penyangkalan)

Denial atau penyangkalan adalah kondisi tidak menerima atas apa yang terjadi.  Bentuk denial biasanya terlihat ketika seseorang menolak membicarakan hal yang terjadi dan/atau bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Misalnya dengan berkata, “Gapapa, besok juga pasti ketemu lagi.” ketika orang terkasih memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang sudah dijalin dalam waktu lama. Meskipun terkesan tidak menerima kenyataan memang, tapi sejatinya menyangkal atas peristiwa traumatis yang dialami merupakan salah satu cara manusia bertahan hidup. Dengan menyangkal, kita memberi diri sendiri waktu untuk menyerap informasi secara bertahap dan mulai memprosesnya. 

  1. Anger (Kemarahan)

Jika denial dilakukan sebagai upaya mempertahankan diri, marah dilakukan untuk menyembunyikan apa yang dirasakan. Mengakui apa yang kita rasakan terkadang memalukan dan enggan kita akui secara gamblang. Alhasil, justru dikeluarkan melalui amarah. Misalnya berkata “Aku benci dia! Dia pasti menyesal meninggalkanku!” ketika mengakhiri hubungan. Tetapi, marah sejatinya diperlukan untuk membantu kita pulih. Dengan melampiaskan amarah, tandanya kita menyadari apa yang terjadi. Sayangnya, kemarahan tidak memiliki batas dan bisa saja tidak rasional serta cenderung dikeluarkan dengan cara menyalahkan. Kita bisa marah ke orang sekeliling kita, kita pun bisa marah pada benda, bahkan kepada Tuhan. 

  1. Bargaining (Tawar-menawar)

Selama mengalami perasaan duka, kita sangat mungkin merasa hancur dan tidak berdaya. Ketidakberdayaan ini kemudian mendorong kita untuk bernegosiasi dengan semesta melalui pernyataan-pernyataan “bagaimana kalau” dan “kalau saja”. Misalnya, “Kalau aja aku menghabiskan lebih banyak waktu buat dia, dia pasti nggak akan ninggalin aku.” atau “Bagaimana kalau aku berbuat kebaikan lebih banyak lagi sekarang? Apa aku akan dibangunkan dari mimpi buruk ini?” Berharap dengan hal ini bisa mengembalikan keadaan seperti semula.

  1. Depression (Depresi)

Depresi yang dimaksud di sini bukan berarti depresi diagnosis mental ya fellas, meskipun berpotensi demikian. Tiga tahapan sebelumnya membuat kita berpikir ke masa lalu penuh perandaian. Tetapi, ketika tahap depresi tiba, perhatian kita langsung beralih ke masa kini. Kita mungkin mengalami perasaan kosong secara mendalam, kesulitan berkonsentrasi dan memutuskan permasalahan serta merasa kacau.

Bahkan, tidak jarang kita akan merasa bahwa tahap depresi ini terasa seperti akan berlangsung selamanya. Kita pun akan mulai berpikir di benak kita, “Bisa apa aku tanpa dia?” atau “Aku ga tau lagi harus apa untuk menjalani hidup, Aku merasa ga berguna” Depresi juga bisa membuat kesehatan kita semakin menurun baik secara mental menjadi hancur dan secara fisik pun menjadi rentan sakit karena pola hidup yang berubah. 

  1. Acceptance (Penerimaan)

Setelah melewati naik turunnya perasaan, kita pada akhirnya akan memasuki fase menerima apa yang terjadi. Penerimaan belum tentu merupakan tahap kembali semangat, ceria, dan penuh kebahagiaan. Tetapi, menerima kesedihan dan kehilangan namun ingin terus berjalan maju dengan harapan-harapan baru. Kita mungkin akan merasa, “Pada akhirnya, ini adalah pilihan yang terbaik bagi saya.” dan terus menjalani hidup. 

Duka memang menyakitkan. Sampai kapanpun kita tidak akan pernah mampu melupakan peristiwa traumatis, kita hanya akan menerima takdir karena terbiasa. Jika fellas merasakan duka yang sangat berat, jangan ragu untuk terbuka ya dan apabila kerabat sekitar fellas merasakan duka ini, ulurkanlah bantuan.  

Bagaimana, sudah kenal dengan tahapan duka dan siap untuk (membantu) pulih?


Penulis: Rayzaaa

Editor: HERA

Desain: Yafi

I Am Okay
I Am Okay merupakan wadah kolaborasi sosial berbentuk kampanye edukasi pentingnya kesehatan mental bagi remaja Indonesia.