Hi Fellas!
Bagaimana jika seseorang yang seharusnya menjadi cinta pertama bagi anak perempuannya justru menjadi orang pertama yang menancapkan luka teramat dalam bagi anak perempuannya?
Bagaimana jika rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk tinggal justru menjadi tempat yang ingin kau tinggalkan?
Memiliki keluarga harmonis adalah impian bagi semua anak begitu juga denganku. Sayangnya tidak semua anak terlahir dalam keluarga harmonis, beberapa bahkan banyak yang terlahir dalam keluarga yang kurang beruntung atau broken home. Menurut Kamus Besar Psikologi (Chaplin, 2006), broken home berarti keluarga retak atau rumah tangga berantakan. Menurut Sofyan S. Willis (2011) keluarga retak/broken home dapat dilihat dari dua aspek yaitu karena strukturnya tidak utuh lagi dimana salah satu kepala keluarga meninggal atau bercerai, atau tidak bercerai namun struktur keluarganya tidak utuh lagi dimana orang tua sering tidak di rumah atau tidak menunjukkan kasih sayang lagi dalam keluarga, misalnya orang tua sering bertengkar sehingga keluarga tidak sehat secara psikologis. Seperti halnya keluargaku terlihat utuh dari luar namun, sebenarnya rapuh bahkan hampir runtuh. Kisah ini berawal saat aku kelas 5 SD yang saat itu berusia 10 tahun dan adikku baru berusia 5 tahun. Aku melihat sendiri bagaimana wanita itu datang dan mengaku sebagai istri bapak. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu sampai bisa mengkhianati wanita yang telah memberinya dua anak. Saat itu memang bapak bekerja di luar kota bahkan sering tidak pulang, jika pulang biasanya hanya satu kali tiap bulan. Dari situ Ibuku sudah menaruh rasa curiga dan benar saja kecurigaan ibuku pun terjadi. Sebenarnya Ibuku ingin berpisah tetapi karena melihat anaknya yang masih kecil dan masih membutuhkan sosok bapak, ibuku tetap mempertahankan pernikahannya. Namun, sejak itu hubungan keluarga kami menjadi renggang, kedua orang tuaku sering bertengkar, bahkan bapak juga lebih memilih bekerja diluar kota dan hanya pulang 2 sampai 3 kali sebulan.
Aku melihat sosok ibuku adalah orang yang sangat hebat dia mampu terlihat baik-baik saja didepan anak-anaknya bahkan dia mampu berperan menjadi Ibu sekaligus bapak untuk anak-anaknya. Kejadian itu memberikan luka yang sangat dalam untukku, hingga kini. Mengingatnya saja terasa sangat menyesakkan. Dulu, aku sering melihat teman-teman ku diantar jemput oleh bapaknya ke sekolah, sering pergi bersama, makan bersama, dan melakukan hal-hal kecil bersama lainnya. Aku hanya bisa mendengarkan cerita mereka, membayangkan hal tersebut terjadi pada keluargaku. Ah, tetapi rasanya sulit bahkan tidak mungkin.
Pernah suatu ketika adikku yang masih polos bertanya “Ma, bapak dimana? Kenapa tidak pulang-pulang?” dan ibuku menjawab, “Bapak lagi kerja, buat beli susu buat adek” dengan matanya yang berkaca-kaca.
Aku yakin Tuhan melihatku sebagai orang yang kuat hingga Dia memberikan cobaan ini. Banyak anak di luar sana yang lebih tidak beruntung daripada aku. Namun, mereka tetap bisa bersyukur. Sama seperti kata Ibu, “jangan melihat keatas tapi lihatlah kebawah” karena bukan kesempurnaan yang menjadikannya syukur namun syukur yang menjadikannya sempurna. Untuk kalian yang terlahir dari keluarga yang utuh dan harmonis, bersyukurlah karena kalian memiliki sesuatu yang diimpikan oleh seluruh anak di dunia.
Penulis: Zara
Editor: Nurul Malahayati
Desain: Dono
Referensi:
- Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
- Sofyan, S. W. (2011). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta