I Am Okay Indonesia

Authoritarian Parenting: Salah Satu Alasan di Balik Luka Anak

Hai, fellas! Kamu tim yang setuju kalau bersikap keras pada anak itu baik atau tim yang merasa enggak perlu keras? 

Setiap orang tua memang memiliki keyakinan atas cara mengasuh anaknya. Tujuannya tentu ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi yang baik. Namun, terlepas dari apapun tujuan awalnya yang mungkin diyakini baik, pola asuh yang menekankan pada sikap keras justru cenderung membuat anak terluka, lho. Bahkan, luka itu bisa terbawa hingga ia tua, huhu… 

Nah, ingin tahu apa dampak yang terjadi? Yuk kenalan dengan authoritarian parenting, agar kamu bisa mengembangkan pola asuh yang lebih ramah anak ke depannya!

Definisi Authoritarian Parenting

Authoritarian parenting atau pengasuhan otoriter merupakan salah satu dari empat pola pengasuhan yang diajukan oleh seorang psikolog perkembangan bernama Diana Baumrind. Ia menjelaskan bahwa orang tua dengan tipe pengasuhan ini memberikan tuntutan yang tinggi pada anak tetapi dengan respon yang rendah. Bisa dikatakan bahwa orang tua otoriter cenderung memiliki peraturan yang sangat ketat tetapi tidak mau terlibat dalam diskusi bersama sang anak dan enggan pula menerima umpan balik atau pendapat anak-anak mereka tentang aturan tersebut. Pada intinya, orang tua yang otoriter lebih menekankan pada kepatuhan, disiplin, dan kontrol daripada mengasihi anak mereka dengan lembut, termasuk pemberian hukuman secara keras.

Karakteristik Authoritarian Parenting

Mungkin fellas bertanya-tanya dalam benak, “tapi kan bersikap disiplin juga termasuk hal yang harus diterapkan orang tua, memang salah?”. Jawabannya adalah penerapan disiplin dan keras pada anak merupakan hal yang berbeda. Disiplin tidak selalu disertai dengan penghukuman, sedangkan bersikap keras biasanya diikuti oleh penghukuman yang berat. Supaya lebih tahu lagi mengenai pengasuhan otoriter itu seperti apa, yuk lihat beberapa karakteristik dari pengasuhan otoriter berikut:

  1. Sedikit Kehangatan dalam Pengasuhan

Memang tidak semua anak bersikap patuh, terkadang masih ada sifat nakal dan jahil yang dimilikinya. Namun, hal itu tidak seharusnya menjadi alasan bagi orang tua untuk bersikap dingin, tidak ramah, dan kasar terhadap anak-anak mereka. Berperilaku seperti ini justru berpotensi membuat anak terhambat dalam mengembangkan harga diri dan kepercayaan diri mereka. 

  1. Memilih untuk Mempermalukan alih-alih Penguatan Positif

Orang tua yang otoriter memiliki sifat sangat kritis dan menggunakan proses mempermalukan sebagai upaya untuk memaksa anak mengikuti aturan. Padahal, bukannya patuh, anak justru menjaga jarak, tidak ingin bersama dalam waktu lama, dan mengembangkan perasaan kurang suka pada orang tuanya.

  1. Tidak Percaya pada Anak Sendiri

Orang tua yang otoriter percaya bahwa anak hanya cukup mengikuti aturan yang dibuat, tidak perlu mengeksplor diri mereka secara mandiri. Tidak ada kebebasan dalam berpikir, memilih, dan memutuskan bagi anak dengan orang tua otoriter. Hal ini tentunya akan mempengaruhi bagaimana kemampuannya ketika dewasa, misalnya saja mudah ragu dengan keputusan yang dimiliki. 

  1. Kurang Terikat secara Emosional dengan Anak

Sebagai orang tua, sudah sewajarnya akan merasa sedih ketika mengetahui anak kita menderita oleh sikap kita sendiri. Sayangnya, bagi orang tua otoriter, hal ini kurang terasa. Akibatnya, anak jadi tumbuh dengan perasaan meragu dan memiliki empati yang sedikit pula pada lingkungannya. 

Dampak Authoritarian Parenting bagi Anak

Sampai saat ini, masih banyak penganut pengasuhan jenis ini. Niat awalnya sebenarnya baik, seperti ingin membentuk anak menjadi pribadi yang tangguh, berperilaku yang baik, memiliki tujuan hidup, dan selalu hidup dengan aman. Akan tetapi,dampak negatifnya justru lebih banyak. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Memiliki Harga Diri yang Rendah

Orang tua otoriter lebih sering memberikan kritik daripada dukungan bagi anak. Hal ini membuat anak meragukan harga diri dan potensi mereka. Mereka selamanya akan cenderung merasa kecil dan tidak berharga, apalagi jika tidak berhasil membuat orang tua bangga dengan pencapaian mereka. 

  1. Memiliki Kesulitan dalam Interaksi Sosial

Orang tua otoriter sangat memprioritaskan penjagaan pada sang anak secara berlebih. Hal ini secara tidak langsung membatasi lingkup pertemanan sang anak. Alhasil, anak akan memiliki kesulitan untuk bersosialisasi karena tidak tahu seperti apa caranya bersikap di lingkungan sosial. 

  1. Menjadi Pribadi yang Sulit Menerima Kegagalan

Sebagai anak yang diorientasikan untuk mencapai tujuan yang berharga, tentu akan sulit baginya menerima sebuah kegagalan. Kegagalan diartikan sebagai penghukuman dan sesuatu yang sangat buruk. Padahal, kegagalan juga mengajarkan kita untuk menjadi lebih baik. Namun, karena takut akan dikritik oleh orang tua, anak dengan pola asuh otoriter akan mendorong keras dirinya agar jangan sampai mengalami kegagalan.

  1. Memiliki Potensi Mengembangkan Gangguan Psikologis

Anak dengan orang tua otoriter cenderung tidak memiliki kebebasan dalam mengeksplor dirinya, justru lebih banyak diberikan tekanan. Alhasil, anak menjadi mudah stres, frustasi, marah, cemas atau mudah khawatir, dan gangguan psikologis lainnya.

  1. Mudah Melakukan Kekerasan di Luar Rumah

Anak dengan orang tua otoriter tentu akan bersikap patuh dan menuruti segala perkataan dan aturan yang ditetapkan oleh orang tuanya sebab tidak ingin diberikan hukuman. Oleh karena itu, ketika anak berada di luar rumah, ia akan cenderung melampiaskan emosi yang dipendamnya selama di rumah menjadi kekerasan.

Tips agar Tidak Menerapkan Authotitarian Parenting ketika Menjadi Orang Tua

Menjadi orang tua dan membimbing anak hingga tumbuh menjadi pribadi yang optimal memanglah bukan proses yang instan dan mudah. Namun, apabila dalam prosesnya harus melukis luka pada anak, bukankah kita sendiri sebagai orang tua akan ikut merasa terluka? Oleh karena itu, yuk terapkan tips berikut untuk meminimalisir kemungkinan menyakiti anak di masa depan nantinya.

  1. Dengarkan Anak

Bagi sebagian orang, anak tidak penting untuk didengar. Padahal, anak sama seperti kita, manusia biasa yang memiliki perasaan dan pemikirannya sendiri. Oleh karena itu, meskipun mengalami perbedaan pendapat, cobalah untuk dengarkan sudut pandang anak. Apabila yang dimaksud oleh anak berbeda dengan prinsip dan nilai yang diyakini, beritahu sang anak dengan baik, bukan dengan keras. 

  1. Terapkan Konsekuensi yang Logis

Ketika aturan yang ditetapkan oleh orang tua dilanggar, ikuti dengan konsekuensi yang konsisten dan masuk akal. Hindari hukuman fisik dan usaha mempermalukan anak-anak. Justru, dekati mereka, dan kembali ingatkan mengenai aturan tersebut. Dengan begitu, anak akan lebih memahami atas apa yang terjadi.

  1. Tambah Ilmu Parenting

Dalam hidup, tentu ini pertama kalinya seseorang menjadi orang tua dan tentunya sebagai orang tua ingin yang terbaik bagi anak. Oleh karena itu, dengan menambah ilmu mengenai parenting, kita dapat memilih dan memilah cara mengasuh anak yang paling sesuai dan terbaik tanpa harus mengorbankan perasaan sang anak. 

Menjadi orang tua itutidak mudah. Namun, menjadi anak pun sama tidak mudahnya. Daripada bersikap otoriter yang berpotensi membuat anak terluka dan menjadi sosok orang tua yang tidak dekat dengan anak, lebih baik menjadi orang tua yangramah tetapi tetap tegas terhadap peraturan ya, fellas!
Sampai sini, apa fellas siap untuk menyiapkan yang terbaik bagi anak jika nantinya menjadi orang tua?


Penulis: Rayzafie

Editor: Zandha

Desain: Raima, Mita

SEO Editor:


Referensi:

I Am Okay
I Am Okay merupakan wadah kolaborasi sosial berbentuk kampanye edukasi pentingnya kesehatan mental bagi remaja Indonesia.