Fellas, siapa nih, yang suka mengonsumsi makanan pedas? Saat rasa makanan terasa hambar, bosan, bahkan sampai mempengaruhi suasana hati, sambal atau aneka makanan pedas tentunya bisa menjadi pilihan untuk mengisi hari-harimu.
Tapi, taukah kamu? Makanan pedas ternyata mempengaruhi proses tubuh dan perilaku seseorang! Beberapa Ilmuwan Psikologi telah melakukan penelitian dengan beberapa sudut pandang dan jawaban yang menarik. Kira-kira, seperti apa ya, pendapat dari para Ahli Psikologi?
Bagaimana proses makanan pedas dapat mempengaruhi tubuh kita?
Sadarkah, Fellas? Bahwa ketika mengonsumsi makanan pedas, ada kandungan capsaicin di dalamnya. Capsaicin merupakan zat aktif pada cabai yang dapat menimbulkan rasa pedas dan panas. Ketika seseorang merasakan makanan pedas, terdapat hormon endorfin dan dopamin yang berperan di dalamnya, yaitu pereda rasa sakit dan adanya sensasi yang menyenangkan, terutama ketika makanan terasa lezat di lidah kita.
Bagaimana makanan pedas dapat mempengaruhi perilaku kita?
Seseorang bisa menyukai makanan pedas disebabkan oleh kondisi lingkungan sekitar, bahkan masa lalunya. Mereka tidak akan merasakan jika tidak diperkenalkan oleh orang-orang terdekatnya atau adanya keinginan untuk mencoba.
Ternyata, beberapa pakar Psikologi dari berbagai negara melakukan penelitian tentang makanan pedas yang dapat mempengaruhi perilaku kita, lho, Fellas! Yuk, kita simak beberapa sudut pandang ini bersama-sama!
Mere Exposure Effect
Menurut Zanjock (1968), teori ini menjelaskan tentang ketika seseorang terlalu banyak diberikan pengaruh dari luar, maka seseorang akan menyukainya. Pengaruh itu bisa berasal dari keluarga, orang tercinta, atau anak-anak lainnya. Bahkan, keinginan untuk mengkonsumsi makanan pedas, seseorang akan mengalami antagonist process model yaitu adanya emosi yang berlawanan ketika merasakan makanan pedas untuk pertama kalinya.
Menurut teori ini, jika kita menerima emosi negatif itu dan melakukannya berulang kali, maka keputusan untuk mengkonsumsi makanan pedas menjadi hal yang positif untukmu! Siapa nih, yang awalnya gak suka makanan pedas jadi suka?
Benign Masochism
Mungkin, dari namanya cukup unik. Tapi, maksud dari pandangan ini adalah, kita menerima suatu pengalaman negatif menjadi respon yang positif, menyenangkan, dan nikmat. Lho, kok bisa?
Coba ingat-ingat lagi deh, ketika kamu merasakan cabe, saus sambal, makanan pedas, ataupun jenis-jenis sambal yang pertama kalinya tepat di lidah kamu. Awalnya, kamu pasti merasa sakit, mual, keluar air mata, sampai lidahmu terasa seperti terbakar! Tapi, karena kita coba terus-menerus, mencoba snack atau makanan pedas lainnya, atau mencampurkan sambal ke hidangan utama kamu, rasanya menjadi mengasyikkan, bukan? Sensasi pedas itu menjadi hal yang seru untuk diri kamu sendiri, apalagi kalau makan bareng bersama teman-temanmu! Kira-kira, ada yang ngerasain ini gak, Fellas?
Sensation-seeking
Siapa nih, yang suka review makanan pedas di media sosial? Atau, mengonsumsi makanan pedas untuk melampiaskan emosi negatif yang kamu punya? Dari beberapa sumber penelitian, makanan pedas juga berkaitan dengan emosi dan kepribadian.
Ketika seseorang ingin mencari perhatian akan suatu hal, mencari sesuatu yang mengasyikkan untuknya walaupun ada resiko yang harus dihadapinya, bahkan sebagai hadiah saat sudah mencapai apa yang diinginkannya, seseorang termotivasi untuk mengonsumsi makanan pedas. Seseorang yang marah, melakukan agresi, atau memiliki kepribadian yang mudah tersinggung cenderung menyukai makanan pedas. Selain itu, makanan pedas juga berpengaruh pada kemampuan kognisi seseorang, yaitu proses dalam memahami informasi yang terjadi di sekitarnya.
Teori Metafora Konseptual
Apakah kamu pernah melihat suatu fenomena yang menurutmu menarik, kemudian kamu mengungkapkannya dengan kata lain? Contohnya, ketika kamu melihat seseorang mengikuti ajang pencarian bakat untuk menjadi penyanyi, dia berhasil melakukan improvisasi yang bagus. Kemudian, Juri mengatakan, “pecah banget!”
Contoh tersebut merupakan maksud dari pandangan ini, yaitu kata yang dijadikan sebuah konsep untuk memahami dan mengekspresikan sesuatu yang dianggap kompleks atau sulit disampaikan. Teori ini juga berasal dari scaffolding, yaitu ketika seseorang menerima informasi baru melalui pengalaman dan pengetahuan yang telah didapatkan, kemudian membuat konsep baru untuk memahami sesuatu.
Menurut pandangan ini, pengalaman mengkonsumsi makanan pedas dapat mempengaruhi kita melihat kejadian tertentu. Dari beberapa penelitian, efek tubuh kita merasakan makanan pedas, dapat membuat kita memahami kata ‘pedas’ itu sendiri.
Misalkan, ketika kamu makan-makanan pedas, muka kamu memerah, tekanan darah dan detak jantung mengalami kenaikan, serta adanya rasa tidak aman. Ciri-ciri tersebut sama dengan ketika seseorang sedang marah, merasa gerah, ataupun melakukan agresi. Sehingga, kamu bisa mengaitkan atau menyebutkan kata ‘pedas’ ketika ada pengalaman yang serupa, atau kejadian yang menurutmu menarik.
Ternyata, kompleks juga yaa, Fellas! Tapi, terkadang kita bisa melakukannya tanpa sadar, lho..
Rasa pedas juga digunakan dalam strategi marketing suatu perusahaan
Apakah kamu pernah melihat iklan yang memunculkan produk dengan varian rasa pedas? Ternyata iklan itu ada maksudnya, lho! Beberapa Ilmuwan Psikologi mengatakan, rasa pedas dikaitkan dengan pemrosesan kognitif dan penilaian sensori. Makanan pedas dapat berkaitan dengan apa yang disentuh, dilihat, didengar, dinilai, indera penciuman, rasa, dan perilaku lainnya yang muncul. Karena itu, makanan pedas seringkali menyisipkan pesan yang berhubungan dengan keberanian dan hal yang seru-seru!
Nah, supaya hari kamu makin seru, cobain berbagai sambal tabur, mie, sampai makaroni krispi dari BonCabe! Dengan cabai asli, rendah lemak, dan menggunakan bahan-bahan alami, bakal bikin kamu nyaman dan bebas eksplor campur ke makanan yang kamu suka! Varian rasa dan levelnya yang selangit gak cuma bikin nagih, tapi sensasi pedas jadi bikin happy dalam sekejap! Tunggu apalagi? Ekspresikan dirimu di segala suasana dengan BonCabe! Rasanya… pedes gilaaa!
Penulis: Shania Amalia Hafta
Editor: Azmihhanifa
Desain: Raima
SEO Editor: Adinda Zahra
Referensi:
- Bella, A. (2022, 2nd February). Capsaicin, Senyawa Pedas dengan Beragam Khasiat. alodokter.com. Retrieved from: https://www.alodokter.com/capsaicin-senyawa-pedas-dengan-beragam-khasiat .
- Builder, M., & Builder, M. (2018, 13th February). The Psychological Reason Why People Spicy Foods. myrecips.com. Retrieved from: https://www.myrecipes.com/extracrispy/the-psychological-reason-why-people-hate-spicy-foods .
- Florencia, G. (2022, 18th August). Jangan Salah, Inilah Penjelasan tentang Dopamin. halodoc.com. Retrieved from: https://www.halodoc.com/artikel/jangan-salah-inilah-penjelasan-tentang-dopamin .
- Menghini, M., Singh, R., etc. (2020). Understanding Food Preferences and Their Connection to Health Perception among Lean and Non-Lean Populations in a Rural State. INNOVATIONS in pharmacy. Vol. 11 (4), Article 17. DOI: https://doi.org/10.24926/iip.v11i4.3449 .
- Saputra, A. (2022, 16th June). Seluk Beluk Hormon Endorfin yang Dikenal Sebagai Pereda Rasa Sakit. aido.id. Retrieved from: https://aido.id/health-articles/seluk-beluk-hormon-endorfin-yang-dikenal-sebagai-pereda-rasa-sakit/detail .
- Wang, X., Geng, L., Qin, J., & Yao, S. (2016). The potential relationship between spicy taste and risk seeking. Judgment and Decision Making, Vol. 11 (6), pp. 547-553. Retrieved from: https://www.researchgate.net/publication/312129772 .
- https://www.boncabe.com/ (Access on 20th November 2022).Yuling, F. Fumin, D., Shuai, Y., Jiuping, X. (2018). A bite of “masochism”: The Psychological issues of eating spicy food. Advances in Psychological Science. Vol. 16 (9), pp. 1651-1660. DOI: 10.3724/SP.J.1042.2018.01651.