Setelah lebih dari 1 tahun pandemi melanda Indonesia, kepanikan dan rasa cemas masyarakat tidak juga kunjung hilang. Beredarnya berita mengenai salah satu merk susu yang digadang-gadang dapat menangkal virus Covid-19 berdampak pada peningkatan perilaku belanja. Harga susu pun sontak naik drastis, bahkan banyak pasar yang kehabisan stok. Dalam dunia psikologi, fenomena ini dikenal dengan sebutan panic buying atau pembelian karena panik. Lantas, apa penyebabnya? Bukankah pandemi sudah berlangsung lama sehingga seharusnya masyarakat sudah lebih mampu mengatur persediaannya di rumah?
Di Balik Panic Buying: Mengapa Masih Terjadi?
- Berlakunya kebijakan PPKM darurat di sejumlah daerah Indonesia. Kebijakan ini membuat masyarakat memiliki persepsi bahwa kondisi Indonesia sangat sedang tidak baik-baik saja. Memang benar bahwa Indonesia sedang mengalami krisis, namun penerapan PPKM membuat masyarakat secara otomatis mengencangkan sabuk pengaman sehingga berbondong-bondong membeli berbagai kebutuhan rumah tangga sebelum harus berdiam diri di rumah selama 2 minggu penuh dalam ketidakpastian, atau bahkan lebih lama dari itu. Dengan kata lain, mereka berlomba mencari simpanan kebutuhan untuk bertahan hidup dalam jangka waktu yang panjang.
- Peningkatan tajam kasus aktif Covid-19 di Indonesia yang akhirnya meningkatkan pula ketakutan masyarakat untuk tertular.
Masyarakat pun berlomba untuk membeli segala macam bahan dan barang yang dikabarkan dapat menangkal virus Covid-19, walaupun belum terbukti kebenarannya
Kalau Bukan dengan Panic Buying, Bagaimana Caranya Menghadapi Pandemi?
Situasi pandemi di Indonesia saat ini memang sedang dalam tahap yang sangat mengkhawatirkan. Namun, banyak cara lain yang dapat dilakukan untuk melindungi diri selain melakukan panic buying. Yuk, simak tips berikut agar tetap aman, nyaman, dan tenang selama pandemi!
- Jauhkan diri dari segala macam berita bohong atau hoaks. Mencari info terkini memang memiliki dampak positif. Namun, pastikan bahwa informasi tersebut benar sehingga tidak berujung pada kepanikan yang tidak rasional.
- Buat daftar belanja dengan pertimbangan yang matang, yaitu dengan melihat persediaan di rumah. Cukup beli barang-barang yang dibutuhkan secukupnya.
- Latih teknik relaksasi seperti meditasi dan pernapasan sederhana. Lakukan teknik-teknik tersebut setiap kali kecemasan dan rasa panik mulai datang.
- Kunjungi tenaga kesehatan mental profesional jika rasa cemas, panik, dan takut tersebut menjadi semakin sulit dikendalikan dan terasa sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.
- Terapkan protokol kesehatan dan pola hidup sehat yang seimbang karena sesungguhnya kedua hal tersebut adalah cara-cara yang telah terbukti efektif secara ilmiah untuk menangkal infeksi virus.
Jadi, sudah paham, kan, kenapa panic buying terjadi berulang kali? Panik, cemas, dan takut memang menjadi hal yang wajar dalam situasi krisis saat ini. Namun, bukan berarti kita harus tenggelam di dalam perasaan tersebut. Nyatanya, masih banyak cara lain untuk melewati pandemi ini.
Desain oleh: Farah Shalihah
Penulis: Khairunnisa Fahira Dumbi
Editor: Muthia Nida
Referensi:
- Lufkin, B. (2020). Coronavirus: The psychology of panic buying. BBC. Diakses pada 18 Juli 2021 melalui https://www.bbc.com/worklife /article/20200304-coronavirus -covid-19-update-why -people-are-stockpiling
- Norberg, N., & Rucker, D. (2020). Psychology can explain why coronavirus drives us to panic buy. It also provides tips on how to stop. The Conversation. Diakses pada 18 Juli 2021 melalui https://theconversation.com /psychology-can-explain -why-coronavirus-drives -us-to-panic-buy-it-also-provides -tips-on-how-to-stop-134032
- Perwitasari, N. H. (2021). Apa Itu Panic Buying yang Terjadi Saat Pandemi & Penyebabnya?. Tirto.id. Diakses pada 18 Juli 2021 melalui https://tirto.id/apa-itu-panic -buying-yang-terjadi-saat-pandemi-penyebabnya-ghvg