I Am Okay Indonesia

Ketika Self-Reward Menjadi Candu: Waspada Shopping Addiction

Pertengahan tahun memang erat kaitannya dengan ujian. Siapa saja nih, di antara kamu yang sudah selesai melaksanakan ujian? Kalau sudah, jangan lupa untuk memberikan apresiasi atau hadiah kecil untuk dirimu sendiri sebagai penghargaan atas kerja kerasmu, ya! Membeli sesuatu mungkin? Eits… Tapi jangan sampai berlebihan, tuh. Nyatanya, hobi belanja pun juga bisa berujung pada kecanduan, lho! Kamu baru tahu?

Apa itu Shopping Addiction?

Shopping addiction atau adiksi belanja adalah suatu perilaku kecanduan di mana seseorang berbelanja secara berlebihan dan merasa bahwa tidak dapat mengontrol perilaku tersebut. Perilaku belanja yang berlebihan tersebut juga menimbulkan banyak dampak negatif dalam kesehariannya. 

Apa Saja Tanda-Tanda Shopping Addiction?

Saat ini, shopping addiction memang tidak secara resmi disebutkan dalam buku klasifikasi gangguan kesehatan mental yang diterbitkan oleh American Psychological Association (APA), khususnya pada kategori adiksi. 

Caption: Tapi, perilaku kecanduan umumnya menampilkan 6 ciri inti yang sama, lho!

  1. Salience: Belanja menjadi hal paling penting dalam hidup.
  2. Mood modification: Belanja sering menjadi strategi terbaik untuk menghadapi masalah emosional (stres, bosan, sedih, dan lain-lain).
  3. Tolerance: Kebutuhan untuk belanja terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu.
  4. Withdrawal: Munculnya gejala menarik diri secara fisik dan/atau psikologis seperti frustasi, cemas, dan pusing ketika tidak dapat berbelanja.
  5. Conflict: Perilaku belanja telah mengganggu kehidupan sehari-hari seperti pendidikan, pekerjaan, dan pertemanan.
  6. Relapse: Kesulitan untuk berhenti atau mengurangi frekuensi berbelanja. 

Apa Penyebab dari Shopping Addiction?

Layaknya gangguan psikologis lain, shopping addiction pun tidak memiliki satu penyebab yang pasti, melainkan merupakan hasil dari gabungan beberapa faktor, misalnya seperti yang ada di bawah ini.

  • Pengalaman traumatis di masa lalu yang mendorong seseorang untuk terus mencari kesenangan.
  • Kurang mampu mengatasi masalah dengan hal-hal yang positif.
  • Faktor kepribadian.

Lalu, Apa yang Dapat Dilakukan untuk Mengatasi Shopping Addiction?

  • Mencari informasi lebih banyak tentang shopping addiction untuk menambah pemahaman dan terhindar dari hoaks atau mitos.
  • Menghubungi tenaga kesehatan mental profesional untuk segera mendapatkan bantuan.
  • Menghadiri support group untuk memotivasi diri dan mendapatkan lebih banyak dukungan untuk pulih.
  • Melakukan banyak kegiatan positif untuk mengalihkan diri dari perilaku belanja yang berlebihan.

Shopping addiction dapat dicegah, yaitu dengan membatasi pengeluaran dan perilaku belanja. Buatlah catatan keuangan, daftar kebutuhan, dan sibukkan diri dengan berbagai kegiatan positif agar tidak hanya fokus berbelanja. Tapi, hal terpenting adalah jangan mendiagnosa diri sendiri karena sesungguhnya diagnosis suatu gangguan mental harus melewati suatu proses yang hanya bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan mental profesional. 

Desain oleh: Farah Shalihah
Penulis: Khairunnisa Fahira Dumbi
Editor: Nida Zhafira

Referensi:

  1. Black Bear Lodge. (2021). Causes for compulsive shopping. https://blackbearrehab.com/mental-health/behavioral-process-addictions/compulsive-buying-disorder/causes/ 
  2. Griffiths, M. (2005). A “components” model of addiction within a biopsychosocial framework. Journal of Substance Use, 10(4), 191–197. doi:10.1080/14659890500114359
  3. Kiser, D. (2020). Getting Help for and Recovering From a Shopping Addiction. https://www.moneygeek.com/financial-planning/resources/guide-shopping-addiction/ 
  4. PsychGuides.com. (2021). Shopping Addiction Symptoms, Causes and Effects. https://www.psychguides.com/behavioral-disorders/shopping-addiction/ 
I Am Okay
I Am Okay merupakan wadah kolaborasi sosial berbentuk kampanye edukasi pentingnya kesehatan mental bagi remaja Indonesia.